Emulsi
Emulsi
adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok
(Anif, 2000:132). Butir-butir ini akan bergabung (koalesen) dan membentuk dua
lapisan air dan minyak yang terpisah. Flavor dan pengawet yang berada dalam
fase air yang mungkin larut dalam minyak harus dalam kadar yang cukup (Anief,
2005:156).
Tipe
emulsi berdasarkan fase terdispersinya emulsi dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe emulsi M/A atau O/W (minyak dalam
air) jika tetesan minyak yang terdispersi dalam fase air. Sedangkan tipe emulsi
A/M atau W/O (air dalam minyak) disebut jika butiran air yang terdispersi dalam
fase minyak (Anief, 2000:132).
Tujuan
emulsi
Proses
emulsifikasi untuk membuat sediaan yang stabil dan rata dari campuran dua
cairan yang saling tidak biasa bercampur. Emulsi yang diberikan secara oral
untuk diminum dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil
dari butiran minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat
dicernakan dan lebih mudah diabsorpsi (Ansel, 1989:377).
Stabilitas
emulsi
Emulsi
stabil jika tetesan fase terdispersi dapat mempertahankan karakter awalnya. Sediaan
emulsi tidak boleh ada perubahan fase atau kontaminasi mikroba selama
penyimpanan dan emulsi harus mempertahankan penampilan, bau, warna dan
konsistensinya (Agus, 2008:127).
Kondisi
tekanan yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kestabilan emulsi meliputi suhu
atau temperature, pengadukan dan pengocokan (Lachman, 1995:1080).
Emulsi
dianggap tidak stabil secara fisik meliputi :
1.
Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk
agregat dari bulatan-bulatan.
2.
Jika bulatan-bulatan agregat dari bulatan naik kepermukaan atau turun ke dasar
emulsi tersebut akan membentuk suatu
lapisan pekat dari fase dalam.
3.
Jika semua atau bagian dari cairan fase tidak teremulsikan dan membentuk
lapisan yang berbeda pada lapisan permukaan atau dasar emulsi yang merupakan
penggabungan pembulatan-pembulatan fase dalam (Ansel, 1989:387).
Ketidakstabilan
sediaan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Creaming
Creaming adalah
terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung
butir-butir tetesan (fase dispers) lebih banyak dibanding lapisan yang lain terhadap
emulsi yang berat (Anief, 2005:163). Creaming
mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat, dan tanpa pengocokan yang
sempurna sebelum digunakan berakibat pada pemberian dosis yang berbeda. Creaming harus dilihat dari secara
terpisah dari pemecahan, karena creaming suatu proses bolak balik (Martin,
2008:1154-1156).
2. Koalesen
atau cracking
Cracking
adalah proses searah. Jika terjadi pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa
mensuspensikan kembali bola-bola tersebut dalam suatu bentuk emulsi yang
stabil, karena lapisan yang mengelilingi partikel-partikel tersebut telah rusak
dan minyak cenderung untuk bergabung. Emulsi ini bersifat ireversibel (tidak dapat diperbaiki kembali) (Martin, 2008:1156-1157).
3. Inverse fase
Inverse
adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya. Inversi dapat dipengaruhi oleh suhu (Anief,
2005:165).
Metode
pembuatan emulsi
Menurut
Ansel (1989:386) Metode pembuatan emulsi minyak zaitun menggunakan metode gom
basah dengan perbandingan 4:2:1 (minyak: air: emulgator). Mucilago gom dibuat
dengan cara menghaluskan PGA sesuai dengan perbandingan air. Minyaknya kemudian
ditambahkan sebagian-sebagian dengan perlahan-perlahan dan campuran tersebut
diaduk sampai minyak teremulsi. Selama proses campuran tersebut harus kental,
kemudian ditambahkan air dan diaduk ke dalam campuran setelah itu tambahkan
semua minyak aduk secara konstan beberapa menit untuk memastikan homogenitasnya.
Komponen
emulsi
Komponen dasar yaitu bahan pembentuk
emulsi yang terdapat pada emulsi, terdiri
dari :
1.
Fase dispers atau fase internal atau dalam yaitu zat cairan yang terbagi-bagi
menjadi butiran kecil didalam zat cairan lain.
2.
Fase internal atau fase luar atau kontinu yaitu zat cairan dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar atau bahan pendukung.
3.
Emulgator yaitu bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan.
Komponen tambahan adalah bahan tambahan
yang sering ditambahkan kedalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik
misalnya pengawet dan antioksida (Syamsuni, 2006: 119).
Ada beberapa bahan tambahan yang dapat ditambahkan kedalam emulsi yaitu
1.
Zat pengawet
Emulsi yang mengandung bahan alam adanya campuran air dan minyak dapat
menimbulkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme. Kontaminasi mikroba dapat
terjadi selama pengembangan atau produksi suatu emulsi atau selama
penggunaannya. Kontaminasi mikroba sering timbul karena penggunaan bahan mentah
yang tidak murni sanitasi yang buruk selama penyimpanan (Lachman, 1995:1063-1064).
Pengawetan terhadap jamur ditambahkan ke
dalam fase cairan dari emulsi M/A karena jamur (jamur dan ragi) lebih banyak
mengkontaminasi emulsi dari pada bakteri. Untuk mencegah terjadinya jamur atau
mikroba maka perlu suatu kombinasi agar daya
kerja lebih luas. Metil paraben sebagai fungistatik 0,015%-0,2% dan
propil paraben sebagai bakteriostatik 0,01-0,02%
(Handbook, 2009:442-596).
2.
Zat pemanis
Zat
pemanis digunakan untuk memperbaiki rasa pada sediaan yang tidak enak seperti
sirupus simplex yang mengandung gula, metil paraben dan air (Agoes, 2008:132).
3.
Pengaroma
Pengaroma digunakan untuk
menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari bahan obat. Bahan pengaroma yang
dapat digunakan adalah essen jeruk, melon, coklat dan strawberry (Chaerunisa dkk,
2011: 88).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar